1/11/2017

Perjalanan

Beberapa hari lalu ketika chat dengan mba (N) di akhir cerita mba (N) mengajak untuk ketemu sebelum ia berangkat umroh. Oke, nanti aku semparkan kesana.

Dan hari ini aku berniat berkunjung ke rumahnya, namun dari pagi langit terlihat mendung jadi berpikir ulang mau kesana sekarang atau besok saja. Pikirku besok saja tapi ada keinginan juga untuk berangkat hari ini, sedikit bingung terlebih saat melihat di luar ada rintik hujan yang terbawa angin dan membasahi jariku yang sedikit aku ulurkan ke luar jendela.

Pagi ini rintik hujan sudah turun, namun langit sudah mulai cerah dengan sinar mentari yang mulai merekah. Kebimbangan, dan akhirnya aku putuskan untuk melihat sikon (situasi dan kondisi) bila nanti sampai jam 8 langit mendung kembali maka kuputuskan batal berangkat sedangkan jika langit berangsur cerah maka lanjutkan refresing otak di hari ini.

Dan ternyata langin berangsur cerah, hujan juga hanya numpang lewat. Pukul 9 kurang seperempat aku berangkat, tapi terlebih dulu mampir toko roti baru berangkat menghampiri yongsa terlebih dahulu. Sebenarnya janjian di tempat biasanya untuk menghemat waktu.

Perjalanan kali ini terlihat aneh menurutku, jalan yang seakan tak berujung dan panjang. Suasana jalan juga tidak seperti biasanya, entah seperti ada penolakan di abu yang aku bawa. Mengendarainya kencang tapi tidak kencang banget, namun setiap mau menyalip ada ketakutan tidak sesigap biasanya terlebih jalan yang banyak lubang besar dan seperti bergelombang (mungkin akibat banjir yang sering menggenang sehingga membuat jalan rusak. Beberapa kali motor menerjang lubang hingga mengeluarkan bunyi, berbagi dengan truk besar sempet juga keder waktu ada truk panjang mau menyalip tapi ambil kiri sedangkan aku yang sudah di pinggir denger suara klaksonnya tambah bingung aja sehingga aku memilih untuk mengurangi kecepatan hingga berjalan sangat pelan. Gila jalan urakan gitu truknya, libas kanan kiri klakson ga henti biar dapat jalan dari pengendara lain.

Meskipun sudah terbiasa bawa motor namun aku kesusahan melihat jalan bila ada pengendara lain yang terlalu rapat di depanku, makanya itu beberapa kali lubang aku terjal. Tapi kali ini lain cerita di depan ada lubang besar yang ditutup dengan potongan ranting pohon hingga tepian lubangpun ga kelihatan dan parahnya lubang itu aku terjang, ban masuk tapi ga bisa naik, jatuh deh. Motor tergelempang ke samping sementara aku tertelungkup dan helmku sempat kebentur ke aspal. Pas bangun aku melihat disampingku ada truk warna merah melintas, sementara seorang pria yang membawa motor langsung membantu meminggirkan motorku dan di belakang lubang ada truk kontiner berhenti. Serem juga bayangin ban gede di sampingku barusan. Setelah mengambil barang yang jatuh dan menepi,
"ada yang luka mba...??!" Tanya si mas yang menolongku.
"enggak mas, makasih ya" Jawabku kemudian. Walaupun aku ga tau aku luka apa enggak karena aku ga memeriksa badanku, yang aku hawatirkan abu bisa jalan apa enggak karena disekitar tempat kejadian ga ada bengkel (masih ingat kecelakaan dulu sampe motor ga bisa jalan gegara rem bengkong), hanya merasakan perih di bagian lututku saja waktu itu dan ga aku periksa.
"Hati-hati mba, sepanjang jalan sampai sana banyak lubang soalnya" Kata si masnya memperingatkan sambil menunjuk ke arah jalan yang akan aku lalui.
"Iya mas, makasih ya". Ucapku lagi sambil membenarkan bawaanku dan menstater motor.

Untunglah motor bisa nyala tapi roti yang aku bawa penyok (maaf ya mba). Mau ngabarin yongsa tapi takut malah entar banyak pertanyaan lalu hawatir sedangkan perjalanan masih jauh, pikirku nanti saja waktu ketemu baru ngomong kalau habis jatuh. Lah..., si mas-nya udah ga ada aja ni, cepet banget perginya.

Aku lanjutkan perjalanan, mengendarai abu pelan, ternyata aku jatuh sebelum jalan lingkar Demak. Dan kenapa juga aku ambil arah lurus, padahal biasanya lebih suka lewat jalan lingkar yang ga begitu ramai dengan aktifitas pasar kan bisa ngebut juga kalau lewat jalan lingkar. Mungkin biar aku lebih santai jalannya, berjalan pelan, aku merasakan ada keanehan di abu, pijakan sebelah kanan agak naik, dan stang agak "sinting' ke kanan, juga spion kanannya sedikit bergeser sehingga aku ga bisa melihat pengendara yang ada di belakangku makanya itu aku berjalan pelan, ya tentu saja karena mesin motor agak aneh (tidak sehalus sebelumnya).

Terus melaju walaupun lututku terasa perih, saat aku lihat ada beberapa noda hitam di celana tepat di bagian lutut pikirku lututku luka parah hingga berdarah-darah, soalnya perih ga ketulungan terlebih kulitku termasuk tipis jadi cepat sekali terkelupas jika terbentur atau terkena benda keras, tapi ini pas aku lihat celana jeansku ga melihat darah yang mengenai celana walaupun rasanya perih banget. Kaos kakiku kanan bolong besar. Ya sudahlah, abaikan rasa perih dan terus konsentrasi melanjutkan perjalanan.

Perjalanan yang terasa jauh, mungkin karena kali ini melaju motor dengan sangat santai kali ya sehingga tidak sampai-sampai. Gimana mau kenceng kalau kaki sakit, abu juga kelihatannya luka dan kelelahan. Kaki yang semakin perih akhirnya aku putuskan untuk mencari apotik untuk membeli obat dan plester terlebih dahulu. Sudah beberapa apotik terlewati sampai akhirnya di dekat tempat janjian dengan yongsa ada apotik, mampirlah kesana untuk membeli revanol, kapas, perban, dan plester bebera. Saat di apotik itulah yongsa telfon menanyakan sampai mana, aku ga tau sampai mana celingukan juga ga ada petunjuk yang bisa aku kenal sampai si mba yang melayani mengatakan "bilang saja PLN" aku katakan seperti yang si mbanya bilang dan aku tau jika yongsa ga ngerti itu dimana.Seingatku apotik ini dekat dengan matahari, lalu aku tanya saja matahari mall kepada si mba penjaga dan ternyata benar sudah dekat. Oke yongsa berangkat aku mengobati luka dulu ya daripada nanti malah kelamaan. Obat sudah ada, gunting juga sudah di pinjami sama si mbanya (beberapa kali bolak-balik ngerepotin si mba penjaga untuk beli ini-itu termasuk pinjam gunting), duduk di kursi tunggu depan klinik yang kebetulan jadi satu dengan apotik dan siapkan mental lihat luka jatuhnya.

Aku liat di lutut ga ada luka, hanya lecet sedikit itu juga ga sampai berdarah, tapi memang ada bagian yang berwarna merah mulai kebiruan. Aku buka kaos kaki sebelah kanan terkejutlah, ternyata ada dua luka yang lumayan besar dan bisa dibilang agak parah (maklum saja ga bisa kalau lihat luka), pikirku mau aku bersihkan dulu lukanya dengan air tapi air mineral ada di motor lalu bagaimana aku membersihkan lukanya....???!

Sudah ga tahan perihnya langsung saja aku templok ama revanol pakai tisu, anggap saja itu membersihkan luka dengan revanol. Aku sengaja menggunakan tisu soalnya waktu melihat kapas yang beli di apotik ga meyakinkan (berbulu dan dijamin lengket bila dipakai), setelah di bersihkan pake revanol aku templok pake kapas yang sudah dikasih revanol baru deh ditutup perban dan di plester. Ini dilema jika menggunakan kapas aku yakin pasti kapasnya bakal lengket ke luka semua sedangkan jika menggunakan tisu akan sakit karena tisu termasuk kasar bila digunakan di luka, biar deh lengket sedikit, nanti pelan-pelan ngambilnya atau biar lepas sendiri kapasnya di bersihin ulang nanti kalau sampe rumah. Selesai deh dan aku rasa aman buat perjalanan. Biar ga terkena debu kaos kakinya aku balik yang berlubang aku pake di kiri yang kiri dipake di kanan, sengaja aku buat begitu untuk mengamankan luka dari debu dan kotoran, ya walaupun sudah di perban tapi namanya debu sangatlah pandai menerobos celah kecil.

Ga lama bertemu dengan yongsa tapi yongsa bawa motor juga lalu gimana ini..., ya salah satu motor dititipin saja soalnya aku juga ga bisa kalau disuruh jalan kenceng buat ngimbangi yongsa. Dan keputusannya abu yang dititipkan, biar abu istirahat lagian yongsa juga ga terlalu mahir bila menggunakan motor bebek, abu juga jalannya kurang enak setelah jatuh tadi. Parkir motorpun juga ada masalah, pas mau nitip di parkir gedung tidak terima penitipan motor, lalu penitipan motor umum yang ada di dekat dana (meskipun yongsa tidak yakin menitipkannya disana tapi apa boleh buat kami berdua sama-sama tidak menguasai medan), tanya sama yang jaga katanya hanya sampai jam setengah empat sore penitipannya, lalu tukang parkirnya menyarankan untuk parkir di sebelahnya (seberang jalan samping rumah sakit) yang sampai malam tapi si tukang parkirnya itu bilang tidak usah bilang bila sampai malam. Pikirku biarlah disini nanti pulangnya tidak lama kok, tapi si tukang parkirnya bilang mending di parkir sebelah daripada nanti dikejar-kejar waktu (ga tenang). Ga yakin juga dengan tempat parkir di sebelah dan abu pun di ambil yongsa untuk mencari diparkirkan di tempat lain. Aku lupa mengambil mantel, aku telefon yongsa tidak di angkat, aku cari di parkir sebelah ga ada. SI tukang parkirnya menawari untuk duduk di kursi panjang yang ada di dekat sana, karena merasakan lututku yang sakit makanya aku mau saja duduk disana menunggu yongsa balik. Ternyata sama yongsa abu di parkirin di rumah sakit yang tak jauh dari sana. Lalu kami pun pergi ke tujuan dengan berboncengan.

Agak serem juga di bonceng yongsa terlebih masih ada rasa takut setelah jatuh barusan. Aku belum bilang ke yongsa kalau habis jatuh, antara takut dan bingung cara bilangnya baru setelah sampai di rumah mba (N) bilang ke yongsa kalau habis jatuh. Benar saja yongsa terlihat cemas dan hawatir walaupun ia berusaha menutupinya dariku. Tapi aku tau, sangat terlihat jelas dari pancaran matanya.

Sepertinya jam cepat berlalu di rumah mba (N) suasananya enak, teduh masih banyak pepohonan yang tenang. Ngobrol memang ga kenal waktu sampai sore, jam setengah 5 kami pamitan untuk pulang. Mengambil motor dulu di parkir rumah sakit. Tapi aku tidak langsung pulang melainkan diajak makan dulu namun aku tolak karena masih kenyang tadi sudah makan di rumah mba (N). Oke enggak maem gimana kalau ngopi.... yongsa menunjuk ke arah pom bensin aku celingukan mencari papan nama yang menunjukkan warung kopi tapi gagal, aku ga menemukan. Pikirku mungkin mataku yang agak buram sehingga ga terlalu jelas melihat jauh, nurut saja tapi yongsa malah berhenti di pinggir (depan rumah sakit) padahal disana para pedagangnya baru pada datang dan mempersiapkan tempat dagangannya. "ini mau ngeteh nongkrong dimana to...". Yongsa yang aku curhati jika setangnya agak geser lalu mencoba membenarkan dengan caranya tentunya, aku lihatin sambil nangkring di motor yongsa. Setelah dirasa selesai kami tukeran motor dan pergi mencari warung. Aku ngikut saja yongsa yang katanya ngejus saja di warung dekat pom bensin. Kami parkir motor di samping rumah sakit lalu menyeberang menuju warung kecil yang ada di depannya. Ternyata aku di bohongi yongsa soalnya di sana tidak menjual jus, bilangnya yang banyak jual jus ya di semarang. Kebetulan aku juga mau ganti perban, soalnya lukaku sudah dua kali kena air ketika wudhu tadi siang, takut malah 'nyeyek' bila tidak segera diganti.

Yongsa memesan segelas kopi dan teh hangat untukku. Sementara teh di buat aku mulai membuka perban tapi waktu mau pinjam gunting dengan yang punya warung katanya tidak ada (hmmm..., kalau ga ada gunting bagaimana dia membuka bungkus kopi atau gula juga mengginting jajan yang dijualnya), ya tak masalah buatku karena di dompet selalu tersedia hansaplas untuk berjaga-jaga ya maklum saja aku termasuk orang yang kulitnya tipis jadi kegores dikit saja bisa jadi luka dan mengeluarkan darah.

Saat mengganti dan mengambil kapas yang lengket di luka terdengar suara ibu yang baru datang ke warung.
"bar tibo to mba" Tanya si ibu menggunakan bahasa jawa saat melihat lukaku
"iya" jawabku singkat sesaat melihat si ibu dan kembali lagi fokus dengan lukaku
"mba ojo dikei koyo ngono kuwi, jarno wae mengko kan cepet gareng. yen di perban ngono ga mari-mari malah mborok. jarno ae." kata si ibu itu yang sudah duduk disamping seorang pria pegawai spbu (kebetulan warung berada di samping spbu)
"iya. soale niki perjalanan jauh" jawabku dengan yongsa yang memiliki maksud sama
"Ojo di tutup jarno ben keno angen kan cepet mari, yen dibuntel malah ga mari-mari" Ibu itu masih menasehati untuk lukaku.

Selesai ngurusi luka dan teh juga sudah habis, tehku yang habis tapi kopinya yongsa masih banyak enggak diminum, lha gimana minumnya jika ampasnya.saja masih di atas (airnya kurang panas). Aku pun pulang. Hari sudah mulai gelap, perjalanan jauh aku ga berani kencang karena memang abu yang sakit sementara aku juga tidak memakai kacamataku. Selama perjalanan pulang menjalankan abu pelan-pelan mentok kecepatan 70km/jam itu juga jarang banget sehingga waktu tempuh lebih lama dari biasnya. Jam 8 malam sampai rumah langsung mandi dan bersihin luka. Badan mulai terasa sakit semua. Ada beberapa memar di tangan dan kaki.

Saat mengamati sepasang kaos tanganku yang bolong, lalu kaos kaki dan ketika mengambil dompet untuk dipindah ke tas yang satunya agar besok tidak lupa, aku melihat ada lubang di tasku bahkan tembus sampai dalam. Woow..., ternyata jatuhnya hebat juga ya.

Aku ingat lagi posisi jatuhnya. Jatuh tertelungkup sementara motor jatuh kesamping kanan, untung saja motor tidak terseret aspal hanya jatuh terguling dan berhenti di tempat, kalau terseret entah jadi apa abu dan aku karena saat bangkit aku melihat ban truk yang gede, ada truk besar lewat persis di sampingku, sangat dekat. (amit amiiiit jabang bayi) Mungkin kalau jatuhnya terseret bisa saja terlindas truk yang lewat. Dan ketika jatuh itu pun seperti ada yang 'lompat keluar', mungkin itu juga yang membuatku hanya lecet kecil saja di bagian kaki. Jika melihat lubang di kedua kaos tanganku bisa saja kedua telapak tanganku tergores aspal dan berdarah atau memar sedangkan ini kedua tanganku tidak ada yang luka. Selintar terbesit bayangkan jika kedua telapak tanganku luka lalu bagaimana aku mengendarai abu....?? Aku sudah 'ketar-ketir' kalau abu ngambek ditempat, untung saja abu tidak kenapa-kenapa (sepanjang yang aku lihat)

Bersyukur banget aku tidak kenapa-kenapa dan aku juga hanya lecet-lecet dikit di beberapa bagian. Ya memang seh selama perjalanan sampai perjalanan pulangpun abu jalannya agak kurang nyaman, tapi abu baik dan ngerti kok di tengah-tengah perjalanan sambil mengelus-elus kepala abu aku sempat minta maaf kepada abu akibat jatuh tadi dan meminta abu untuk kuat, baik-baik juga bersabar karena belum ada dana untuk memeriksain abu. Dan abu mengerti kok dibilangin begitu, perlahan abu jalannya tidak separah sebelumnya, ya walaupun sesekali merasakan sedikit oleng dan geronjalan (itu karena abu juga kesakitan setelah jatuh). Aku juga mengatakan untuk membantuku melihat jalan soalnya aku sudah tidak begitu jelas mengingat jalan yang minim penerangan. Itu juga di iyakan abu. Abu memang hebat..., walaupun sakit masih saja jalan, tidak ngeluh dengan sakitnya tidak seperti yang punya yang masih suka ngeluh. Sungguh bersyukur selalu terlindungi dari hal-hal berbahaya. (10/01/17)


☆ el